Liputan6.com, Jakarta – Ratusan masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar) menggelar unjuk rasa damai di halaman kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar, Jalan Wolter Monginsidi, Kecamatan Tenggarong.
Aksi ini merupakan respons terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2 Tahun 2023 serta peraturan terbaru yang tertera dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2024.
Ketua Umum Perkumpulan Adat Remaong Kutai Berjaya, Hebby, menegaskan bahwa PKPU Nomor 8 dianggap bertentangan dengan Putusan MK. Ia menilai bahwa jika KPU benar-benar menghormati keputusan MK, seharusnya ada penerbitan surat resmi mengenai hal tersebut, yang hingga kini belum ada.
“Kalau KPU menghormati keputusan MK, seharusnya ada surat resmi. Namun, hingga hari ini tidak ada putusan apapun,” ungkap Hebby usai aksi.
Sementara itu, Ketua KPU Kukar, Rudi Gunawan, menyatakan bahwa semua ketentuan terkait pilkada sudah tercantum dalam PKPU Nomor 8. Menurutnya, pihaknya telah bekerja sesuai dengan mandat terbaru dan tidak melanggar aturan.
“Semua sudah tertera jelas dalam PKPU Nomor 8. Kami bekerja sesuai dengan peraturan yang ada, dan PKPU ini menjadi dasar kami untuk melaksanakan Pilkada serentak,” tegas Rudi.
PKPU Nomor 8 mencantumkan ketentuan mengenai masa jabatan kepala daerah dalam Pasal 19. Ketentuan tersebut menyebutkan syarat mengenai masa jabatan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota yang telah menjabat selama dua kali masa jabatan penuh atau dua setengah tahun.
Rudi menilai bahwa ketentuan dalam PKPU tersebut sudah jelas, termasuk dalam penghitungan masa jabatan kepala daerah yang dihitung sejak pelantikan.
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi dari Komunitas Masyarakat Peduli Hukum, Rakhjib, menilai bahwa aksi ini telah berhasil meningkatkan kesadaran masyarakat.
Ia menyatakan bahwa penjelasan Ketua KPU Kukar dianggap sebagai penafsiran semata, dan menilai bahwa pihak KPU tidak bisa memberikan jawaban yang memadai mengenai perbedaan antara PKPU dan Putusan MK.
“Tinggi mana PKPU dibandingkan Putusan MK, Ketua KPU tidak bisa menjawab. Mereka berkilah kami yang menafsirkan, padahal seharusnya mereka yang menafsirkan. Mari kita tegakkan hukum di tanah Kutai,” tegas Rakhjib.