Peran Kemandirian Antariksa dalam Menjaga Kedaulatan Nasional

Jangan Lewatkan

Pusat Studi Hubungan Internasional, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial dan Politik (CIReS LPPSP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia menggelar diskusi publik tentang “Mewujudkan Kemandirian Antariksa Indonesia di Tengah Persaingan Global” pada hari Selasa. Acara tersebut diadakan di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI.

Dalam pidatonya, Prof. Semiarto Aji Purwanto, Dekan FISIP UI, memuji upaya CIReS FISIP UI yang telah merangkul seminar dengan topik yang penting ini. “Kemandirian antariksa bukan hanya pilihan, tapi suatu keharusan bagi Indonesia agar dapat mempertahankan kedaulatan di tengah persaingan global yang ketat. Negara-negara besar sedang berlomba-lomba untuk mengembangkan teknologi satelit dan misi luar angkasa. Antariksa adalah wilayah kompetisi strategis yang dapat menentukan posisi sebuah negara. Indonesia tidak boleh ketinggalan. Oleh karena itu, FISIP UI berkomitmen untuk mendukung peningkatan kemampuan Indonesia di bidang strategis, termasuk antariksa,” ujarnya.

Sebagai pembicara utama, Prof. Thomas Djamaluddin (Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa (PRA) Badan Riset dan Inovasi Nasional) menjelaskan tentang upaya mewujudkan kemandirian antariksa Indonesia di tengah persaingan global. Indonesia memiliki kebijakan dan program antariksa nasional yang bertujuan untuk mencapai kemandirian, kemajuan, dan keberlanjutan dalam kegiatan antariksa. Kemandirian ini diharapkan dapat terwujud melalui penguatan penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi penerbangan dan antariksa, serta peluncuran wahana antariksa melalui pembangunan bandar antariksa di wilayah Indonesia.

“Tantangan yang menjadi perhatian bagi Indonesia di bidang antariksa termasuk keberlanjutan, ekonomi, dan keamanan. Indonesia memiliki rencana induk keantariksaan tahun 2040 yang bertujuan untuk mengembangkan industri aeronautika nasional, industri roket, dan satelit nasional. Selain itu, satelit nasional membutuhkan Earth Observation System (EOS) atau Sistem Pengamat Bumi, yang bermanfaat untuk telekomunikasi, navigasi, serta pengamatan dan pemetaan tata ruang, pengawasan lingkungan, dan penanggulangan bencana,” papar Prof. Thomas.

Kemajuan teknologi antariksa kini menjadi kunci dalam menentukan kekuatan dan kedaulatan suatu negara di era global saat ini. Penguasaan atas ruang angkasa bukan hanya sekadar simbol kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun juga memiliki peran strategis dalam aspek pertahanan, keamanan, ekonomi, dan pembangunan nasional.

Dalam konteks global, perkembangan teknologi antariksa terus maju seiring dengan munculnya aktor non-negara baru, seperti perusahaan swasta, yang bersaing untuk menciptakan teknologi terbaru dalam eksplorasi dan pemanfaatan ruang antariksa.

Asra Virgianita, Ph.D. (Wakil Direktur Pusat Studi Hubungan Internasional (CIReS) LPPSP FISIP UI) menjelaskan bahwa pembangunan ruang antariksa lebih difokuskan pada aspek pendapatan ekonomi daripada dampak lingkungan, dan cenderung menciptakan sesuatu yang inklusif hanya untuk negara maju dengan teknologi canggih, tanpa memberikan manfaat yang signifikan bagi negara-negara di daerah selatan global. “Perebutan kekuasaan politik dan ekonomi atas sumber daya luar angkasa, persaingan antara AS dan Cina, serta negara-negara berkembang merupakan tantangan besar,” ucap Asra.

Lebih lanjut, Asra menyatakan bahwa dominasi negara maju dan perusahaan swasta dalam investasi, inovasi, dan eksplorasi ruang antariksa telah membentuk industri ruang angkasa global. Negara-negara kaya dan perusahaan teknologi besar menguasai sumber daya utama, menetapkan agenda strategis, dan mendorong kemajuan, sehingga negara berkembang seperti Indonesia seringkali memiliki akses terbatas terhadap manfaat teknologi dan komersialisasi antariksa.

“Pada akhirnya, penindasan negara selatan global terjadi baik di Bumi maupun di antariksa, karena mereka menghadapi hambatan terkait pembangunan dan kesetaraan. Ketergantungan ekonomi, marginalisasi politik, dan eksploitasi lingkungan menjadi masalah yang harus dihadapi negara berkembang, yang sering kali ditentukan oleh sistem global yang menguntungkan negara maju. Di antariksa, akses terbatas ke teknologi antariksa serta monopoli sumber daya ekstraterestrial oleh negara-negara kaya menjadi hambatan besar,” jelas Asra.

Dampaknya terhadap geopolitik dunia sangat signifikan, di mana kekuatan di ruang angkasa menjadi faktor strategis yang dapat menentukan posisi serta pengaruh suatu negara di tingkat global. Oleh karena itu, menjadi penting bagi Indonesia untuk aktif dalam mempersiapkan kapasitas nasional serta kebijakan yang relevan dan adaptif agar tidak tertinggal dalam persaingan ruang antariksa yang semakin intens.

Prof. Dr. Fredy B. L. Tobing (Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional UI) menjelaskan tentang pemanfaatan diplomasi antariksa sebagai upaya untuk memperkuat posisi Indonesia di tingkat regional dan global. “Indonesia harus menetapkan agenda pengembangan ruang antariksa yang jelas, dan tidak boleh terjebak sebagai negara tier ketiga yang memiliki kebijakan dan investasi di bidang antariksa tanpa teknologi dan fasilitas peluncuran yang memadai,” ujarnya.

“Sebagai anggota United Nations Committee on the Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS), Indonesia harus memanfaatkan dan meningkatkan kemampuan Indonesia di bidang IPTEK dan ruang antariksa. Ketidakterlibatan atau keterlambatan dalam bidang ini berisiko memperbesar ketergantungan Indonesia terhadap pihak luar serta membatasi kapasitas nasional dalam melindungi kepentingan strategisnya, dan hanya akan menjadi penonton belaka,” tegas Prof. Fredy.

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terletak pada posisi geografis yang sangat strategis, memiliki potensi besar untuk berperan aktif dalam tata kelola ruang antariksa, baik secara regional maupun global. Hal ini sejalan dengan prinsip Indonesia yang memandang ruang antariksa harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dengan cara damai. Namun, potensi ini belum sepenuhnya terwujud karena masih terdapat kendala pada koordinasi kebijakan, kelembagaan, dan sumber daya yang mendukung ekosistem antariksa nasional.

Turut hadir sebagai narasumber adalah Anggarini Surjaatmadja, MBA (Asosiasi Antariksa Indonesia), Dr. Dave Akbarshah Fikarno Laksono, M.E. (Wakil Ketua Komisi I DPR RI), dan Yusuf Suryanto, S.T., M.Sc. (Direktur Transmisi, Ketenagalistrikan, Kedirgantaraan, dan Antariksa Kementerian PPN/Bappenas).

Sumber: FISIP UI Bahas Kemandirian Antariksa Indonesia Dan RUU Ruang Udara Dalam Sorotan Global
Sumber: FISIP UI Mengadakan Diskusi Publik Kemandirian Antariksa Indonesia Di Tengah Rivalitas Global

Semua Berita

Berita Terbaru