Pengaruh media massa terhadap sistem peradilan pidana menjadi sorotan penting dalam ranah hukum. Pesan yang disampaikan oleh media massa dalam pemberitaan mengenai berita kriminal dapat membentuk konstruksi sosial yang memengaruhi persepsi publik. Dampak dari pemberitaan yang berulang-ulang dapat membentuk opini masyarakat tanpa menyadari manipulasi yang dilakukan oleh media massa. Selain itu, dalam proses konstruksi realitas, media juga memiliki peran penting dalam pembentukan opini publik, yang pada akhirnya memengaruhi pandangan dan sikap masyarakat terhadap sistem peradilan.
Media massa sering kali membentuk persepsi sebelum putusan hakim dijatuhkan dalam kasus-kasus pembunuhan yang terkenal. Fenomena “trial by the press” muncul ketika media membentuk opini bahwa terdakwa bersalah sebelum putusan pengadilan diumumkan, yang seharusnya bertentangan dengan asas praduga tak bersalah dalam Kode Etik Jurnalistik PWI. Dalam kasus-kasus seperti pembunuhan Brigadir J (Nofriansyah Yosua Hutabarat) dan Wayan Mirna Salihin, media secara terus-menerus memberikan liputan yang mempengaruhi pandangan masyarakat.
Dengan arus informasi yang begitu massif, media massa memiliki kekuatan untuk membentuk persepsi publik terhadap kasus-kasus hukum. Media memiliki peran dalam menyajikan informasi secara objektif, namun seringkali terjadi konstruksi realitas yang jauh dari fakta empiris. Hal ini dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan, karena persepsi mereka terbentuk oleh pemberitaan media. Oleh karena itu, penting untuk memahami pengaruh media massa dalam proses hukum dan bagaimana konstruksi realitas tersebut dapat memengaruhi pandangan masyarakat secara keseluruhan.