Awal tahun 2025, Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan besar dengan banjir besar yang melanda Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Sukabumi. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa dalam tiga bulan pertama tahun ini saja, terjadi 583 bencana alam, dengan banjir menjadi penyumbang terbesar sebanyak 393 kejadian. Wilayah terdampak paling parah adalah Jawa Tengah dan Jawa Timur, diikuti oleh Jawa Barat dan Riau.
Banjir bukan lagi hanya bencana musiman, tetapi telah menjadi momok yang menimbulkan kerugian besar. Dari data tahun 2020 hingga 2024, terjadi peningkatan jumlah kejadian banjir meskipun pada tahun 2024 jumlahnya sedikit berkurang. Kerugian finansial dan dampak sosial dari banjir terus menghantui masyarakat, dengan perkiraan bahwa banjir di wilayah Jabodetabek berpotensi menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp 5 triliun menurut Ketua Umum Kadin DKI Jakarta, Diana Dewi pada tahun 2025.
Selain faktor alam seperti curah hujan tinggi dan perubahan iklim, banjir di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor manusia seperti alih fungsi lahan yang menghilangkan daerah resapan air dan kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan. Deforestasi juga berperan dalam memperparah situasi dengan hutan yang menjadi penyerap air hujan hilang digantikan oleh lahan gundul.
Untuk mengatasi masalah banjir, diperlukan langkah-langkah strategis termasuk pembangunan berkelanjutan, pengelolaan tata ruang yang lebih baik, perbaikan infrastruktur drainase, dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan. Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta dianggap kunci utama dalam menciptakan sistem mitigasi yang efektif untuk mengurangi dampak banjir.
Asuransi menjadi solusi finansial yang penting dalam menghadapi ancaman banjir, namun kesadaran berasuransi dan penetrasi asuransi yang rendah di Indonesia masih menjadi tantangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menginisiasi kebijakan asuransi wajib untuk mitigasi risiko bencana, namun edukasi mengenai pentingnya asuransi bencana perlu ditingkatkan secara berkelanjutan.
Negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris, Swiss, Prancis, dan India telah mencontoh langkah dalam mengatasi risiko banjir melalui kebijakan asuransi wajib. Indonesia pun bisa mengadopsi pendekatan serupa dengan memperkuat kemitraan antara pemerintah, industri asuransi, dan masyarakat melalui skema Public-Private Partnership (PPP). Kesiapan dalam menghadapi bencana banjir di masa depan penting untuk melindungi perekonomian dan kehidupan masyarakat. Sudah saatnya Indonesia mengambil langkah konkret untuk melindungi masa depan dari ancaman banjir yang terus meningkat setiap tahun. Jadi, asuransi banjir bisa menjadi salah satu solusi untuk membantu memutus siklus kerugian yang terus berulang.