Dunia digital yang terus berkembang secara dinamis telah mengubah peran media sosial menjadi lebih dari sekadar alat komunikasi. Kini, media sosial menjadi ekosistem digital yang memengaruhi berbagai aspek kehidupan, mulai dari gaya hidup hingga keputusan berbelanja. Melalui media sosial, kita terpapar dengan berbagai tren gaya hidup seperti fashion, kuliner, olahraga, dan travelling yang dipengaruhi oleh unggahan influencer atau teman-teman. Selain itu, media sosial juga berperan sebagai etalase belanja online yang buka 24 jam, memungkinkan konsumen untuk berinteraksi dengan penjual tanpa batasan geografis.
Namun, meskipun media sosial memudahkan proses belanja, ada juga dampak negatifnya. Konsumen seringkali tergoda untuk berbelanja secara impulsif atau memasukkan barang ke keranjang belanja online namun tidak menyelesaikan pembelian (cart abandonment). Fenomena ini merupakan tantangan bagi pelaku usaha dalam e-commerce karena merupakan hasil dari impulsif buying yang dipicu oleh konten visual menarik dan tekanan sosial. Konsep kebutuhan dan keinginan juga turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam berbelanja online melalui media sosial.
Tingginya tingkat cart abandonment menunjukkan bahwa konsumen seringkali dihadapkan pada pertarungan antara keinginan dan kebutuhan nyata saat akan melakukan pembelian. Untuk menghadapi godaan impulsive buying, konsumen perlu memahami pola konsumsi digital mereka, memberikan jeda waktu sebelum memutuskan untuk membeli, dan membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Sebagai konsumen cerdas, kita harus bisa mengontrol godaan dan memilih berbelanja dengan lebih bijak melalui media sosial. Perilaku konsumen di media sosial adalah refleksi dari pengaruh konten visual, testimoni, dan tekanan sosial yang memicu impulsive buying, namun pada akhirnya konsumen juga memiliki kendali pribadi untuk berbelanja dengan lebih cerdas.