Kesadaran tentang perlindungan hukum dalam pernikahan semakin penting untuk diperhatikan. Selain buku nikah, surat perjanjian pranikah juga menjadi dokumen aturan hukum yang dapat melindungi hak suami istri. Dokumen ini dibuat oleh pasangan sebelum pernikahan dan berisi kesepakatan mengenai berbagai hal seperti perjanjian tertentu, pengelolaan harta, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta pengaturan penting lainnya. Tujuan dari surat perjanjian pranikah adalah memberikan kepastian hukum, mencegah perselisihan di masa depan, dan melindungi hak-hak kedua pasangan. Mayoritas pasangan membuat surat perjanjian pranikah sebagai perlindungan jika terjadi perselingkuhan atau kematian, yang juga dapat menentukan pembagian harta, aset, hak asuh anak, dan tanggung jawab keuangan masing-masing pasangan. Meskipun masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat, surat perjanjian pranikah merupakan bentuk perlindungan hukum yang sah. dasar hukum dan ketentuan surat perjanjian pra nikah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Ada ketentuan pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa perjanjian kawin harus dibuat sebelum atau pada saat pernikahan, serta pasal 139 dan 146 KUH Perdata yang mengatur pembuatan perjanjian perkawinan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 memberikan ruang lebih luas bagi pasangan untuk membuat perjanjian pranikah kapan pun diperlukan selama pernikahan. Semua ini menjadikan surat perjanjian pranikah memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan dapat dijadikan dasar dalam penyelesaian sengketa di pengadilan.
Surat Perjanjian Pra Nikah: Dasar Hukum dan Ketentuannya
