Kejaksaan Tinggi Banten terus melakukan pengembangan kasus dugaan korupsi terkait jasa pengangkutan dan pengelolaan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangerang Selatan (Tangsel) dengan nilai kontrak mencapai Rp75 miliar. Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 51 saksi, termasuk pihak DLH Tangsel, ahli, dan swasta. Proses perhitungan kerugian negara masih berlangsung, dan hasilnya akan segera diumumkan oleh pihak berwenang setelah penyelesaian oleh ahli yang terlibat.
Masih terkait perkembangan kasus ini, belum ada kepastian mengenai kemungkinan adanya tersangka kelima. Rangga menekankan bahwa penyidik masih fokus pada proses pengembangan penyidikan. Sebelumnya, empat tersangka telah ditetapkan oleh Kejati Banten, terdiri dari kepala DLH Tangsel, mantan staf DLH Tangsel, Kabid Kebersihan DLH Tangsel, dan Direktur PT Ella Pratama.
Dalam penyidikan, ditemukan bahwa PT Ella Pratama yang diduga bersekongkol dengan pihak DLH Tangsel dalam pengaturan pemenang proyek kontrak. Setelah memenangkan tender, PT Ellaa Pratama tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak yang disepakati. Selain itu, terdapat indikasi persekongkolan pembentukan CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR) yang melibatkan beberapa pihak terkait.
Pada praktiknya, PT Ella Pratama tidak melaksanakan kontrak pekerjaan yang telah disepakati, dan pengelolaan dan pengangkutan sampah dilakukan oleh perusahaan lain seperti CV BSIR, PT OKE, PT BKO, dan lainnya. Sampah yang dibuang bahkan mencakup area lahan pribadi milik pihak terkait. Dengan pengungkapan kasus ini, diharapkan transparansi dan akuntabilitas dapat ditingkatkan dalam hal pelayanan kepada masyarakat.