Puasa berkepanjangan atau prolonged fasting menjadi salah satu metode yang semakin populer dalam mendukung kesehatan metabolisme dan membantu proses penurunan berat badan. Berbeda dengan intermittent fasting yang hanya melibatkan menahan makan dalam waktu tertentu, prolonged fasting melibatkan tubuh untuk bertahan tanpa asupan kalori selama beberapa hari berturut-turut. Meskipun terbilang ekstrem, metode ini memiliki sejumlah manfaat kesehatan, meskipun tidak semua orang cocok melakukannya, sehingga perlu bimbingan medis yang tepat.
Prolonged fasting dilakukan dengan berpuasa selama minimal 48 jam tanpa asupan kalori, hanya dengan mengonsumsi air atau cairan non-kalori lainnya. Air putih khususnya dianggap menguntungkan karena tidak mengandung kalori dan menguntungkan bagi kesehatan tubuh. Namun, prolonged fasting biasanya dilakukan selama minimal dua hari hingga maksimal tujuh hari, atau lebih jika tubuh masih merasa optimal, yang memerlukan ketahanan fisik dan mental yang kuat.
Setelah berpuasa berkepanjangan, proses kembali makan tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena tubuh yang telah lama tidak menerima asupan kalori berada dalam kondisi sensitif. Proses makan harus dilakukan secara perlahan dan terkontrol untuk mencegah risiko refeeding syndrome, yaitu gangguan kesehatan karena perubahan metabolisme yang mendadak.
Meskipun prolonged fasting memiliki manfaat seperti meningkatkan proses perbaikan seluler, menurunkan peradangan, meningkatkan sensitivitas insulin, dan membantu penurunan berat badan, tidak semua orang cocok melakukannya. Risiko efek samping seperti rasa lapar berat, tekanan darah rendah, kelelahan, hilangnya massa otot, dan gangguan elektrolit dapat muncul jika prolonged fasting dilakukan tanpa benar. Konsultasi dengan ahli sebelum mencoba metode ini sangat disarankan, terutama bagi yang memiliki kondisi kesehatan tertentu, dan dilakukan dengan hati-hati agar manfaatnya dapat dirasakan optimal tanpa membahayakan kesehatan.