Di tengah perkembangan industri yang pesat, Kota Cilegon juga menghadapi masalah sosial yang cukup serius, yaitu prostitusi. Praktik ini tidak hanya menjadi isu moral, tetapi juga mencerminkan kesulitan ekonomi dan minimnya peluang kerja yang layak bagi para wanita yang terjerumus dalam aktivitas ini. Berbagai tindakan prostitusi dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dari para pelanggan, seperti yang terungkap dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dilaporkan oleh Ditreskrimum Polda Banten di salah satu hotel di Cilegon.
Dalam kasus ini, terungkap bahwa enam mucikari terlibat dalam prostitusi online, dengan masing-masing memiliki peran dalam merekrut, menampung, dan menawarkan para pekerja seks komersial kepada para pelanggan menggunakan aplikasi Michat. Ironisnya, dalam kasus ini terdapat fakta tragis dimana seorang PSK di bawah umur dipaksa melayani sebanyak 11 pelanggan dalam sehari dengan janji bayaran Rp9 juta per bulan. Penyelidikan juga mengungkap bahwa pihak hotel menyediakan kamar untuk para korban serta fasilitas lainnya untuk melayani pelanggan.
Kasus ini melibatkan enam mucikari yang bertugas menjajakan para PSK kepada pelanggan. Dari para korban yang diidentifikasi, salah satunya masih di bawah umur. Mereka dijajakan kepada pelanggan secara online melalui aplikasi Michat. Sebagai bukti, penegak hukum berhasil mengamankan beberapa barang seperti kunci kamar hotel, handphone, alat kontrasepsi, buku tamu hotel, dan bill hotel. Dalam proses hukum, para pelaku dijerat dengan Pasal 2 jo Pasal 10 UU No 21 tahun 2007 dan Pasal 88 jo Pasal 76I Undang-Undang No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum terus dilakukan untuk memastikan keadilan bagi para korban prostitusi ini.