Dalam pandangan The Economist, demokrasi di seluruh dunia mengalami tekanan sistemik yang signifikan. Indonesia bahkan dikategorikan sebagai ‘demokrasi yang cacat’. Tren penurunan demokrasi global telah terjadi selama lebih dari satu dekade, dengan gejala balik arah ke otoritarianisme semakin tampak jelas.
Dalam konteks ekonomi global, terjadi ketimpangan antara hak asasi manusia dan kepentingan ekonomi. Keputusan negara seringkali lebih memihak pada perusahaan multinasional demi investasi, daripada memenuhi hak-hak warga negara terhadap pembangunan yang bersifat partisipatif.
Globalisasi, dengan segala kompleksitasnya, telah memunculkan tantangan baru bagi demokrasi tradisional. Fenomena ini disokong oleh pandangan David Held mengenai globalisasi neoliberal yang cenderung mengabaikan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi. Hal ini memicu dilema terkait keberadaan otoritas negara dalam menghadapi peran entitas non-demokratis seperti perusahaan multinasional dan lembaga keuangan internasional.
Para sarjana membagi pandangan mereka dalam tiga kelompok terkait globalisasi: kelompok hiperglobalis, kelompok transformasionalis, dan kelompok skeptis. Kelompok hiperglobalis melihat globalisasi sebagai era baru di mana kedaulatan negara tradisional menjadi tidak relevan dalam konteks ekonomi global. Di sisi lain, kelompok transformasionalis percaya bahwa globalisasi adalah kekuatan utama di balik perubahan sosial, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi masyarakat modern. Sedangkan, kelompok skeptis menilai bahwa globalisasi memiliki akar sejarah yang panjang dan keberhasilannya sangat tergantung pada pemerintahan nasional.
Demokrasi dalam keadaan kritis, hal ini menurut kaum neoliberal yang gagal menerjemahkan kebebasan pasar dengan demokratisasi politik. Globalisasi ekonomi, yang menempatkan pasar di atas negara, berpotensi merusak esensi demokrasi. Keberadaan perusahaan multinasional sebagai kekuatan ekonomi dan politik global turut mengancam demokrasi, dengan kekuatan rakyat yang semakin melemah.
Tantangan ini mendorong David Held untuk mengusulkan konsep pemerintahan kosmopolitan yang berbasis pada prinsip keadilan global, hak asasi manusia universal, dan akuntabilitas lintas batas. Model ini menekankan pentingnya institusi internasional untuk mengatur isu-isu global dengan tetap mengakar pada prinsip-prinsip demokrasi. Melalui bukunya, “Demokrasi dan Tatanan Global: Dari Negara Modern hingga Pemerintahan Kosmopolitan”, David Held berusaha menyajikan suatu pandangan baru mengenai evolusi demokrasi dalam menghadapi tantangan globalisasi yang semakin meresahkan.