Ahmad Supena, Kajur PBI FKIP Untirta, menjelaskan bahwa Lebaran Idul Fitri, selain menjadi peristiwa keagamaan, juga merupakan peristiwa budaya dan sosial-politik dalam masyarakat Indonesia. Dari hiruk-pikuk mudik menjelang Idul Fitri hingga momen silaturahmi dan perjumpaan dengan keluarga, peristiwa-peristiwa ini menyebabkan urbanisasi atau migrasi orang dari satu tempat ke tempat lain paska lebaran. Fenomena ini pada akhirnya mempengaruhi arus perputaran uang dalam ekonomi, melalui pembayaran transportasi dan belanja konsumsi selama arus mudik dan balik.
Pengalaman dan pandangan seputar Idul Fitri kerap diekspresikan melalui karya seni, terutama puisi. Puisi-puisi seperti ‘Selamat Idul Fitri’ karya Gus Mus dan puisi ‘Idul Fitri’ karya Sutardji Calzoum Bachri mengekspresikan pandangan kritis tentang nilai-nilai Idul Fitri serta pesan-pesan introspektif untuk melihat kembali laku hidup manusia.
Perspektif menarik tentang makna Idul Fitri juga dipaparkan dalam tulisan Sulaiman Djaya yang mengaitkan mudik dengan kembali ke fitrah manusia. Penekanan pada aspek spiritual dan religius dalam Idul Fitri dan bulan Ramadan diungkapkan melalui puisi-puisi tersebut, menggambarkan proses pertobatan dan kebangkitan spiritual individu.
Diharapkan setelah menjalani bulan Ramadan dan Idul Fitri, masyarakat tidak hanya menjadi manusia konsumeris belaka. Sebaliknya, diharapkan mereka mampu merasakan kemenangan spiritual dan pertobatan yang mendalam, serta mampu berkontribusi positif dalam lingkungan sosial-politik dan ekologis.