Pulo Sangiang Kabupaten Serang: Kisah 3 Dekade Terpinggirkan

Jangan Lewatkan

Warga Pulau Sangiang di Kabupaten Serang, Banten, telah mengalami konflik selama tiga puluh tahun terkait kepemilikan lahan antara janji investasi dan pengusiran. Sejak tahun 1994, kehadiran PT Pondok Kalimaya Putih (PKP) menimbulkan kekhawatiran lebih banyak daripada harapan bagi warga, di mana penguasaan Hak Guna Bangunan (HGB) di Pulau Sangiang cenderung lebih mengutamakan kepentingan korporat daripada kelangsungan hidup manusia dan alam.

Proses pengusiran yang halus, kriminalisasi, dan dilepaskannya hewan-hewan asing ke dalam ekosistem pulau menjadi bagian dari cerita panjang penghilangan yang terjadi secara sunyi. Dalam mediasi di Kantor ATR/BPN Kabupaten Serang, warga Pulau Sangiang dengan bulat menolak perpanjangan HGB milik PT PKP, namun lembaga ATR/BPN mengusulkan mediasi tahap kedua tanpa kehadiran warga. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat karena meninggalkan ruang untuk intimidasi tanpa pendampingan negara.

Pena Masyarakat, lembaga yang mendampingi warga Sangiang, menyoroti kerusakan lingkungan dan pembangunan tanpa transparansi sebagai alasan untuk menolak perpanjangan HGB. Tokoh masyarakat Sangiang, Sofian Sauri, menyuarakan bahwa perpanjangan HGB selama ini hanya formalitas tanpa manfaat nyata bagi warga. Selain intimidasi dalam bentuk fisik atau finansial, warga Sangiang juga menghadapi masalah terkait fasilitas pendidikan, kesehatan, dan listrik yang minim di pulau mereka.

Di sisi lain, PT PKP bersikeras untuk melanjutkan perpanjangan HGB dengan alasan investasi, kepentingan bank, dan sektor wisata. Mereka membantah tudingan intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Bagi warga, masa lalu yang tidak terlupakan terkait konflik lahan menjadi akar dari konflik yang terjadi saat ini. Warga Pulau Sangiang bersiap untuk bertahan dan melawan karena mencintai tanah dan lingkungan tempat mereka tinggal.

Source link

Semua Berita

Berita Terbaru