Usus buntu atau apendisitis masih dianggap sebagai kondisi darurat medis yang sering terjadi, dengan potensi fatal jika tidak segera ditangani. Istilah usus buntu merujuk pada peradangan di organ apendiks, yang merupakan jaringan berbentuk kantong kecil yang terhubung pada usus besar di bagian kanan bawah perut. Radang usus buntu biasanya dialami oleh kelompok usia 10-30 tahun dan jika tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya apendiks dan infeksi berat di rongga perut.
Penyebab utama radang usus buntu adalah sumbatan pada rongga apendiks, yang dapat disebabkan oleh tinja keras, pembengkakan jaringan, infeksi saluran pencernaan, parasit, tumor, atau cedera pada perut. Bakteri yang terperangkap di dalam apendiks karena sumbatan dapat berkembang biak dengan cepat dan menyebabkan peradangan, pembengkakan, serta penumpukan nanah.
Meskipun faktor sumbatan adalah penyebab utama, ada mitos di masyarakat tentang makanan tertentu yang dapat memicu radang usus buntu, seperti makanan pedas, makanan rendah serat, makanan cepat saji, makanan tinggi garam, dan buah berbiji. Namun, belum ada bukti medis yang menunjukkan hubungan langsung antara makanan tersebut dengan radang usus buntu. Ahli menekankan bahwa konsumsi makanan tersebut dalam jumlah wajar tidak akan langsung menyebabkan penyakit tersebut.
Pencegahan radang usus buntu bisa dilakukan dengan menerapkan pola makan bergizi seimbang, kaya serat, cukup minum air putih, dan rutin berolahraga. Kebiasaan yang bisa meningkatkan risiko sembelit, seperti konsumsi makanan rendah serat, kurang cairan, pola makan tinggi lemak dan garam, juga sebaiknya dihindari. Penting untuk memeriksakan diri ke dokter saat mengalami gejala nyeri perut mendadak di bagian kanan bawah, mual, muntah, demam, atau kesulitan buang angin. Keberhasilan penanganan dini dapat mencegah komplikasi serius yang mengancam keselamatan pasien.