Minum alkohol tapi tidak sampai mabuk: Apakah itu haram dalam Islam?
Permasalahan hukum minum khamr atau minuman memabukkan telah lama menjadi topik perdebatan dalam ajaran Islam. Mayoritas ulama sepakat bahwa minuman yang memabukkan, tidak peduli seberapa sedikit atau seberapa banyak, hukumnya tetap haram. Namun, masih sering muncul pertanyaan di kalangan masyarakat tentang hukum minum alkohol dalam jumlah kecil dan tanpa menyebabkan mabuk.
Pertanyaan ini menjadi perbincangan penting, terutama mengingat tren di masyarakat yang mulai menganggap remeh konsumsi minuman beralkohol, bahkan menjadikannya bagian dari gaya hidup atau tradisi dalam beberapa kegiatan. Secara etimologi, khamr berarti “menutup” atau “menyembunyikan”, seperti halnya kerudung yang disebut khimar karena menutupi kepala. Namun, dalam konteks syariat, khamr adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan mabuk, tidak bergantung pada bahan pembuatannya.
Nabi Muhammad SAW telah bersabda, “Setiap yang memabukkan adalah khamr, dan setiap khamr hukumnya haram.” Hal ini menjadi dasar kuat bagi mayoritas ulama untuk menegaskan bahwa keharaman khamr tidak terbatas pada jenis atau bahan, melainkan pada sifatnya yang dapat memabukkan.
Mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali memegang pendapat bahwa minuman yang memabukkan, entah dalam jumlah banyak atau sedikit, tetap haram. Mereka mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan, “Apa yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram.” Dengan demikian, bahkan minum alkohol dalam jumlah sedikit tanpa membuat mabuk tetap dihukumi haram oleh mayoritas ulama.
Di sisi lain, ulama Hanafiyah dari Irak memiliki pandangan yang lebih spesifik. Mereka membedakan antara khamr dan nabidz, di mana nabidz adalah minuman hasil fermentasi selain anggur. Menurut mereka, nabidz tidak haram asalkan tidak mengakibatkan mabuk. Namun, pendapat ini mendapat kritikan karena dibandingkan dengan hadis larangan khamr yang sangat kuat, dalilnya diragukan keabsahannya.
Dalam konteks modern, konsumsi alkohol menjadi topik yang kompleks. Beberapa negara memandang minum alkohol dalam jumlah kecil sebagai bagian dari budaya, sementara di Indonesia, konsumsi alkohol tidak umum dan meningkatkan risiko penyalahgunaan yang dilarang dalam agama Islam. Dalam kesimpulannya, menjauhi minuman beralkohol dalam bentuk dan kadar apapun merupakan pilihan bijak, baik dari perspektif agama maupun kesehatan.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamr, berjudi, berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dari perbuatan setan. Maka jauhilah agar kamu mendapat keberuntungan.” Kesimpulannya, berbagai mazhab dan dalil yang kuat menegaskan bahwa minuman yang memabukkan tetap haram dalam Islam, dengan menjauhinya merupakan pilihan terbaik.