Calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan, memandang bahwa ada tiga syarat untuk membentuk kabinet yang sehat guna mewujudkan pembangunan dan perekonomian nasional yang kompetitif. Syarat pertama adalah memilih orang-orang yang memiliki kompetensi.
“Bicara tentang kabinet, satu kompetensi, kedua relevansi, dan ketiga integritas,” kata Anies setelah menghadiri kegiatan “Debat Bersama Kadin Menuju Indonesia Emas 2045” di Djakarta Theater, Jakarta, dilansir dari Antara, Jumat (12/1/2024).
Dia menjelaskan, mengenai integritas, syarat itu harus benar-benar terpenuhi, sehingga menteri dalam kabinet tidak diisi orang-orang yang bermasalah. Ketiga syarat itu menurut dia, bisa dipenuhi siapa saja dengan latar belakang yang berbeda-beda.
“Latar belakangnya bisa berbeda-beda, mau latar belakangnya berpartai, tidak berpartai, mau latar belakangnya dari pusat, dari daerah, laki-laki, perempuan, itu semua macam-macam,” ujarnya.
Karena itu, sambung Anies, prinsip yang harus dipegang adalah tiga hal tersebut untuk membentuk kabinet yang mewujudkan pembangunan dan perekonomian nasional yang berdaya saing.
Dalam acara Debat Bersama Kadin Menuju Indonesia Emas 2045, Anies Baswedan bertekad untuk menurunkan biaya hidup masyarakat Indonesia. Pasalnya, hal ini diakui Anies Baswedan menjadi salah satu keluhan utama pendukungnya ketika melakukan kampanye ke berbagai daerah.
Anies mengatakan, bahwa biaya hidup dan biaya produksi menjadi dua hal yang perlu mendapat perhatian. Ini dianggap penting karena berpengaruh pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ketika bertemu petani, nelayan, dan semua profesi, semuanya mengatakan biaya produksi, ketika bertemu keluarga, semuanya bicara tentang biaya yang mahal ini yang ingin kita perbaiki,” ujar Anies dalam Dialog Capres bersama Kadin Indonesia, di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Dia pun menelisik sejumlah poin yang perlu dibenahi untuk menurunkan biaya hidup. Satu hal yang utama adalah memperbaiki tata kelola pangan. Mengingat lagi, porsi pengeluaran paling besar dari keluarga adalah kebutuhan atas pangan.
“Jadi salah satu yang utama adalah memperbaiki tata kelola pangan. 51 persen rata-rata dari family spending adalah untuk kebutuhan pangan dan itu jauh lebih besar daripada negara lain, tetangga-tetangga kita,” tuturnya.